Dulu Ko Jago, Skrang Zabar Dulu.....hehehehehe

Kamis, 26 November 2009

KASIH KARUNIA

Kata benda “kasih” dan “kasih karunia” (terjemahan Lembaga Alkitab
Indonesia) secara bergantian dipadankan dengan kata Ibrani “khen”
(khet-sere-nun) dan “tekhinnah” (tet-shewa-khet-hiriq-nun-qames-he). Sedangkan bentuk kata kerja “mengasihani” dipadankan dengan kata Ibrani “khanan” (khet-qames-nun-patah-nun).

Ketiga kata Ibrani tersebut berasal dari akar kata yang sama, yaitu
“khet-nun”. Dalam piktogram Ibrani kuno, huruf “khet” adalah sebuah gambar dinding tenda yang berfungsi sebagai pelindung. Sedangkan huruf “nun” adalah sebuah gambar benih, yang berarti “melanjutkan”. Kombinasi dua gambar tersebut dapat berarti “dinding berlanjut” atau “pelindung yang berlanjut”.

Sebagaimana pola pikir Ibrani, konsep “kasih karunia” bukanlah konsep abstrak yang berdiri sendiri. Konsep ini dibangun dari sesuatu yang konkret, yang dapat dikenali dari indera kita. Bagaimana orang Ibrani kuno mengenal konsep “kasih karunia” ini? Ternyata, konsep ini berhubungan dengan pola mereka membangun perkemahan.

Perkemahan para pengembara Ibrani terdiri dari banyak tenda. Mereka membentuk kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok merupakan perkemahan keluarga (kaum),dan bisa terdiri dari kurang lebih 50 tenda. Tenda-tenda tersebut mereka dirikan secara melingkar. Sehingga, dinding tenda-tenda tersebut seperti berlanjut: satu dinding dari satu tenda dilanjutkan dengan satu dinding dari suatu TENDA yang lain yang membentuk LINGKARAN. Dinding tenda seperti inilah yang disebut “dinding berlanjut”.

Di dalam dinding perkemahan seperti itulah kaum keluarga tinggal dan
menjalani kehidupan mereka. Sebagaimana fungsi dinding tenda adalah pelindung bagi orang-orang yang ada di dalam tenda itu, maka makna “kasih” berhubungan dengan perlindungan yang tidak putus-putus bagi orang-orang yang ada di balik dinding itu. Mereka dapat merasakan dan mengalami kebebasan, kasih, dan keindahan hidup di dalam tenda.


“Nubuatan PL dan Penggenapan PB”

Kata “kasih karunia” dalam Yeremia 31: 2 (LAI) diterjemahkan dari kata Ibrani “khen”. Suatu perlindungan yang tak putus-putus diberikan Allah kepada bangsa Israel dan Yehuda. Kasih yang demikian itu dinyatakan sebagai nubuat perjanjian baru Allah (Yeremia 31:31-34).

Apakah nubuat seperti itu disampaikan ketika Israel dan Yehuda memiliki
ketaatan kepada Allah? Jawabnya: tidak! Hampir separuh dari kitab Yeremia menubuatkan kehancuran Yehuda, karena pemberontakan mereka. Seluruh waktu kenabian Yeremia dipakai Allah untuk memperingatkan Yehuda, tapi mereka tidak mau bertobat. (Akhirnya kehancuran terakhir seluruh kerajaan Yehuda terjadi tahun 586 SM karena serangan Babel).

Coba anda Bayangkan betapa bermurah hatinya Allah! Di tengah pemberontakan Yehuda dan nubuatan hukuman terhadap bangsa itu, Allah pun menyampaikan firmanNya melalui sang nabi, bahwa akan ada perjanjian baru Allah. Perjanjian baru itu menyangkut “perlindungan yang tak putus-putus dari Allah”.

Dalam PB perjanjian baru itu telah digenapi Allah melalui kematian dan
kebangkitan Tuhan Yesus (Lukas 22:20) dan berlaku bagi umat perjanjian baru Allah (Ibrani 8:8-13). Puncak dari “kasih karunia” (“khen”) itu adalah
keselamatan Israel rohani dengan dihapuskannya dosa umat perjanjian Allah (Roma11:27).

Sudahkah saya dan Anda menikmati “perlindungan yang tak putus-putus dari Allah” itu? HANYA PERCAYA kepada Tuhan Yesus kita akan menikmati
perlindunganNya yang bersifat kekal.


PERTANYAANNYA APAKAH YG HARUS KITA LAKUKAN SETELAH MENERIMA KASIH KARUNIA TUHAN??????

1. yohanes 15:15
Yesus menginginkan kita sadar bahwa kita orng yg telah dipilih untuk menerima kasih karuniaNYa..jadi kita harus dapat menjaganya dan kita tidak boleh menjadi orng yg takut..
2.matius 11:28
didalam matius 11:28 ada kata kelegaan didalam versi bhs inggris kata kelegaan ditulis "rest" beristirahat..jadi yg Yesus inginkan kita beristirahat didalamNya dan Yesus yg melakukan bagianNya..
3.mazmur 37:5
Yesus menginginkan kita hidup sungguh MEMPERCAYAKAN hidup kita kepadaNya(YESUS)..karena Yesus tidak mengasihi kita berdasarkan apakah kita melakukan dosa atau tidak..tetapi Yesus mengasihi kita karena KITA adalah AnakNYA

(Sumber : Gideone Pramono On El - Gibbor Ministry.net Message )

Selasa, 28 April 2009

Jika Hidup Kenyang Hinaan


Setidaknya dalam lima tehun terakhir terjadi dua penembakan brutal di Amerika dengan pelaku yang nyaris sama; sama-sama pemuda imigran yang hidupnya kenyang dihina. Mari kita bayangkan keadaan terhina itu. Ya begitulah rasanya. Meriangnya sampai ke jiwa. Jika melihat sang penghina rasanya ia hendak kita lumat hingga selumat-lumatnya. Cara paling sehat untuk membuang perasaan terhina ini adalah dengan cara menyalurkan dengan segera. Sayang cara ini tidak mudah karena berbagai keterbatasan.

Pertama adalah keterbatasan hukum. Melumat begitu saja para penghina, jatuhnya cuma akan melanggar hukum. Padahal tak setiap dari kita kuat dan berani melanggar hukum. Kedua adalah keterbatasan kita sendiri. Contoh kedua ini dililustrasikan dengan baik oleh maestro lawak Jawa kegemaran saya: Junaedi di salah satu kasetnya. Saat itu ia bercerita tentang istrinya yang digoda lelaki iseng di jalanan. Sebagai suami terhormat ia marah luar biasa dan bersiap melabrak sang penggoda. Untung kemarahan itu tidak mengganggu akal sehatnya. Sebelum main labrak ia bertanya lebih dulu keadaan sang penggoda itu. ‘'Tinggi besar,'' jawab sang istri. Junaedi surut setindak dan gantinya cukup memberi nasihat bijak: ‘'Ya sudah, besok jangan lewat jalan itu lagi,'' katanya.

Psikologi seperti Junaedi itulah yang kadang-kadang kita derita. Tak mudah menyalurkan perasaan terhina karena banyak sekali batasannya. Jika cuma batasan hukum, kita mudah menerimanya karena ia menghuni keadaan banyak orang. Tetapi jika keterbatasan itu berpusat pada diri sendiri ia akan menjelma jadi depresi. Dua pelaku penambakan brutral di Amerika itu adakah anak-anak muda pemberani? Tidak. Mereka butuh menabung keberaniannya bertahun-tahun. Itulah tabungan yang setorannya adalah akumulasi hinaan yang berlangsung setiap hari. Jika anak-anak ini bicara, cuma disambut gelak tawa sekitarnya karena bahasa inggris mereka yang dianggap aneh. Ketika bicara cuma menjadi tertawaan, diam adalah sebuah pilihan. Diam sepanjang hayat sambil memendam kemarahan itulah yang memupuk nyali untuk membunuh. Dan nyali itu tak bisa begitu saja disetarakan dengan keberanian karena setelah penembakan itu, mereka mengerti kalkulasinya. Mereka memilih bunuh diri katimbang menghadapi kenyataan.

Begitu berat hidup ini jika setiap kali harus menanggung hinaan. Padahal sulit sama sekali menghindari perasaan terhina itu karena jumlahnya banyak sekali, baik yang datang dari orang lain maupun yang datang dari diri sendiri. Hinaan dari pihak lain jelas sumbernya: para pendengki. Tak sulit mencari siapa pendengki karena naluri itu juga bersemayam di dalam diri kita sendiri. Juga tak sulit menemukan sumber hinaan dari diri sendiri. Karena semakin lemah kedudukan kita, kekuatan orang lain akan terasa sebagai derita. Semakin gagal diri sendiri, semakin terhina kita setiap melihat sukses tetangga.

Jadi, pada dasarnya, sulit sekali menghindari dari persaan terhina itu karena ia bisa datang kapan saja dan menyerang siapa saja, baik yang tidak maupun yang disengaja. Maka hidup ini boleh terhina, asal kadang-kadang belaka. Sekali terhina saja sakitnya luar biasa. Ada yang cuma sekali tapi kesumatnya terbawa mati. Apalagi jika hinaan itu datang berkali-kali. Apalagi jika bukan cuma berkali-kali tetapi terhina itulah selalu kedudukannya. Bisa dibayangkan, betapa kalau bisa, ia tidak cuma akan menembaki siapa saja tapi kalau perlu akan menumpas seluruh isi dunia. Benci dan kemarahan itu, jika sudah menyala, tak jelas di mana tepinya.

Begitu berbahaya keadaan terhina itu sehingga penting sekali mengurangi jumlah penyebabnya. Padahal penyebab itu kadang remeh dan tidak pula kita sengaja, misalnya: jika Anda memasak dan tetangga kebagian cuma uapnya.


Oleh : Prie GS

Tinggalkan Pesan Anda :


ShoutMix chat widget

Pengikut